Selasa, 20 November 2012

ASKEP FEBRIS



A.     PENGERTIAN

Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
Malaria adalah suatu penyakit akut dan bisa menjadi kronik, disebabkan protozoa yang hidup intra sel, genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia, dan splenomegali.

B.     ETIOLOGI
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu:
·         Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga)
·         Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam)
·         Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat)
·         Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

C.     PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso eritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik.
Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal. Mediator endotoksin makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P. falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut.
Sporozoit
Masuk jaringan                                      TNF meningkat konsentrasi Interleukin

Membelah menjadi                                          Stimulus zat
merozoit                                                          pirogen

Infeksi organ lain
à Masuk sirkulasi   Hipothalamus mencapai setpoint

                       resiko tinggi infeksi                         Invasi elektrolit
à panas tubuh meningkat

                                                                    Hipertermi
à Eritrosit lisis

                                                                                     anemia 
à  anoksia à  penurunan
  komponen seluler
            anoreksia                                                                                         pengirim O2 dan nutrisi
 

Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan      kompensasi menggigil      perubahan perfusi jaringan                                           
                                                                        Penurunan suplai O2
                                                                        Berkeringat berlebih                                                                                               Kelelahan  àRasa haus positif

                                                                          Dehidrasi
                                                             Kekurangan vol. cairan

D.     MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a.      Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
1)      Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2)      Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3)      Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b.      Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.

c.       Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.

d.      Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :


1)      Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2)      Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3)      Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif .

E.     KOMPLIKASI
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
a.       Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b.      Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c.       Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d.      Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun.

F.      PEMERIKSAAN DIAOGNOSTIK
1.     Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan.
Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
-          Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
-          Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
-          Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
-          Identifikasi spesies plasmodium
-          Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
a.       QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
b.      Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c.       Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d.      Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

G.    PENATALAKSANAAN
*      Penatalaksanaan Medis
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam darah. Program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu :
1.      Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran.
2.      Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang
3.      Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah.
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) :
ü  Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin
ü  Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin
ü  Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin
ü  Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
ü  Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
*      Terapi Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria;
·         semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
·         Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
·         Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat
·         Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atautempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk










BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FEBRIS ( MALARIA )
A.     PENGKAJIAN
1.      Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan
Tanda : Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
2.      Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal
Geala : -
3.      Eliminasi
Gejela : Tidak ada perubahan
Tanda : Distensi abdomen
4.      Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia, mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot
5.      Pernafasan
Tanda : reguler
Gejala : 18 x / menit
6.      Neuro Sensori
Tanda : pusing
Gejala : Gelisah
-          Identias klien
NO MRS         : 757-914
Inisial Klien     : Tn . H
Umur               : 20
Jenis Kelamin  : laki- laki
Pekerjaan         : Mahasiswa
Agama             : Islam
Alamat                        : Jln. Ayani, Sepakat II
Dx Medis        : febris ( malaria )
Tanggal           : 8 juni 2012






B.     ANALISA DATA
DATA
MASALAH
DS :
-          Px mengatakan makan 2 – 3 sendok setiap pagi
-          Px mengatakan sering mual dan muntah
DO :
-          Px tampak lemah
-          TD : 120/ 80 mmHg
DT :
-          BB ( sebelum dan sesudah )
-          TB
Nutrisi kurang dari kebuuhan
DS :
-           Px mengatakan nyeri di epigasrium
-          Px mengatakan nyeri di lumbal kanan
-          Px mengatakan sering mual dan muntah
DO:
-          Nadi : 84 x / m
-          Kulit berkeringat dan lembab
-          Perut : distensi ( + )
-          Saat di tekan abdomen px, wajah tampak meringis
-          Skala nyeri 7
Nyeri Abdomen

C.     DIAGNOSA PRIORITAS
1.      Nyeri Akut b/d Mual dan muntah
2.      Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan b/d anorexia

D.     INTERVENSI
1.      Nyeri Abdomen b/d mual dan muntah
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri Abdomen
Berhubungan dengan :
Mual dan muntah
DS :
-           Px mengatakan nyeri di epigasrium
-          Px mengatakan nyeri di lumbal kanan
-          Px mengatakan sering mual dan muntah
DO:
-          Nadi : 84 x / m
-          Kulit berkeringat dan lembab
-          Perut : distensi ( + )
-          Saat di tekan abdomen px, wajah tampak meringis
-          Skala nyeri 7
NOC :
v Pain Level,
v pain control,
v comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
·  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
·  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
·  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
·  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
·  Tanda vital dalam rentang normal
·  Tidak mengalami gangguan tidur



NIC :
§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
§ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
§ Tingkatkan istirahat
§ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali














2.      Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan b/d Anorexia
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Tidak adanya nafsu untuk menelan makanan ( anorexia ).
DS:
-          Px mengatakan makan 2 – 3 sendok setiap pagi
-          Px mengatakan sering mual dan muntah

DO:
-            Px tampak lemah
-          TD : 120/ 80 mmHg
DT :
-          BB ( sebelum dan sesudah )
-          TB
NOC:
a.    Nutritional status: Adequacy of nutrient
b.    Nutritional Status : food and Fluid Intake
c.    Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
v  Albumin serum
v  Pre albumin serum
v  Hematokrit
v  Hemoglobin
v  Total iron binding capacity
v  Jumlah limfosit
§ Kaji adanya alergi makanan
§ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
§ Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§ Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§ Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
§ Monitor lingkungan selama makan
§ Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
§ Monitor turgor kulit
§ Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
§ Monitor mual dan muntah
§ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§ Monitor intake nuntrisi
§ Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
§ Anjurkan banyak minum


E.     EVALUASI
NO

EVALUASI
1. Nyeri Akut
Berhubungan dengan :
Mual dan muntah

S  :
-          Klien masih mengatakan mual dan muntah
-          Px  mengeluh  nyeri di epigastrium dan lumbal kanan.

O :
-          Px tampak meringis saat palpasi abdomen
-          Perut distensi (+)
-          Skala nyeri 7
-          Nadi 84x/menit
-          Klit berkeringat dan lembab
A :
-          Masalah belum teratasi
P  :
-          Lanjutkan intervensi 1, 2, 5, 6 dan 7
2.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Tidak adanya nafsu untuk menelan makanan ( anorexia ).

-           
S :                
-          Px mengatakan tidak nafsu makan (2-3 sendok pada pagi hari)
-          Klien masih mengeluh mual dan muntah
O :
-          Px tampak lemah
-          TD 120/80 mmHg
-          Suhu 37,5 C
A :
-          Masalah belum teratasi
P :
-          Lanjut intervensi 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14.
                   





Tidak ada komentar:

Posting Komentar