Jumat, 16 November 2012

Komunikasi Teraupetik Pada Sasaran Lansia


Komunikasi Teraupetik Pada Sasaran Lansia

A.    Defenisi
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
Indrawati (2003), mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen).
Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al , 2007).

B.     Manfaat Komunikasi Teraupetik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003).

C.    Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia yaitu :
1.      Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2.      Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3.      Pertahankan kontak mata dengan pasien
4.      Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif.
5.      Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya.
6.      Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
7.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
8.      Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien.
9.      Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
10.  Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien.
11.  Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
12.  Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13.   Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi. (adelman, et al 2000).

D.    Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
1.      Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena rill dan mudah di observasi
2.      Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrap bagi klien.
3.      Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk menikatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lisan maupun dengan petugas kesehatan.
4.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

E.     Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang dim inginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1.      Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapetik dengan klien lansia.
2.      Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berate bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien
3.      Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan meksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisikaupun psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beben bagi keluarganya dengan demikaian di harapkan klien termotovasi untuk menyadi dan berkarya sesuai dengan kemapuannya selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan keparecayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesen menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
5.      Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?
6.      Sabar dan Iklas
Seperti di ketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan iklas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapetik, solute namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

F.     Hambatan Komunikasi Teraupetik Pada Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan tergannggu apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif
1.      Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
a)      Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b)      Meremehkan orang lain
c)      Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d)     Menonjolkan diri sendiri                         
e)      Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan
2.      Non asertif
Tanda tanda dari non aserti ini adalah
a)      Menarik diri bila di ajak berbicara
b)      Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c)      Merasa tidak berdaya
d)     Tidak berani mengungkap keyakinaan
e)      Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f)       Tampil diam (pasif)
g)      Mengikuti kehendak orang lain
h)      Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tip-tip tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif anatara lain.
a.       Selalu mulai komunokasi dengan mengecek pendengeran klien
b.      Keraskan suara anda jika perlu
c.       Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda
d.      Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e.       Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f.       Jangan berharap untuk berkomunikasi denagn cara yang sama dengan orang yang tidak mengalami jangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g.      Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
h.      Bantulah kata-kata anada dengan isyarat visual.
i.        Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j.        Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k.      Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l.        Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m.    Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n.      Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
G.    Pendekatan untuk Berkomunikasi pada lansia
Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakahdia mengerti.
Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi.Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasienuntuk mengulang instruksi (Adelman et al ., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari,appointment yang lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007).
Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan tulisan harus dicetak paling  tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna. Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang dan lampu tertutup (Roter, 2000).
Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapatmenjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda,yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasienyang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial.
Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al ., 2000).
Sebagai akibatnya, sangat penting untuk mendekati pasien dengan cara yang tenang danmenyenangkan. Pasien demensia sangat bergantung pada komunikasi nonverbal, maka pentinguntuk tidak membiarkan bahasa tubuh anda memberikan kesan bahwa anda sedang tergesa-gesa (Orange, 2000 ; Smith et al ., 2006).
Saat memasuki ruangan pemeriksaan, anda sebaiknya langsung mengarah ke pasiendengan tenang, menjaga kontak mata dan menampilkan ekspresi yang bersahabat. Pergunakan nada suara yang tenang dan lembut sembari menyentuh bahu pasien dengan lembut akan menunjukkan anda peduli dan ingin berbagi. Anda harus memperkenalkan diri, walaupun anda telah mengenal pasien ini cukup lama. Akan cukup efektif bila anda menghabiskan beberapa menit untuk mengobrol dan mengingatkan pasien pada keadaan sosialnya. Proses mengingatkan ini merupakan tehnik komunikasi yang cukup efektif pada pasien demensia, karena hal ini akan membangkitkan memori jangka panjang mereka, membuat kilas balik masa lalu, saat ini dan masa akan datang dalam pikiran mereka serta mengurangi ketegangan (Puentes, 1998).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar