Jumat, 16 November 2012

TRIASE DALAM KGD


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masalah bencana tidak terlepas dari interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Alam mempunyai kegiatan-kegiatan yang terjadi sebagai akibat interaksi antara unsur-unsur yang ada dalam bumi dengan atmosfirnya dan interaksi dengan planet bumi dengan tata suryanya. Kegiatan-kegiatan alam terjadi secara evolusi. Suatu saat oleh karena alam mengikuti aturan-aturannya, akan timbul secara mendadak dan tak terduga menyebabkan gangguan pada lingkungan, dan gangguan lingkungan ini disebut bencana alam.
Bencana adalah situasi yang gawat dimana kehidupan sehari-hari mendadak terganggu dan banyak orang yang terjerumus dalam keadaan yang tidak berdaya dan menderita sebagai akibat dari padanya membutuhkan pengobatan, perawatan, perlindungan, makanan, pakaian dan lain kebutuhan.
Untuk itu diperlukan penilaian awal pada korban bencana yang mengalami cedera kritis. Karena cedera kritis tersebut merupakan hal yang dapat mengancam jiwa dan dapat menyebabkan  kematian. Diperlukan sebuah sistem pelayanan tanggap darurat yang ditujukan untuk mencegah kematian dini (early), yaitu salah satunya dengan sistem triase. Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).
Dari uraian di atas, maka kelompok ingin mengetahui lebih dalam cara mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai berdasarkan sistem triase, mengetahui konsep triase, primary survey, secondary survey, tertier survey, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai, yang selanjutnya akan lebih dibahas dalam makalah ini.



1.2  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui tentang cara mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai berdasarkan sistem triase, mengetahui konsep triase, primary survey, secondary survey, tertier survey, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
1.3  Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam makalah ini menggunakan metode literatur yang didapatkan melalui media internet dan buku-buku yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam makalah ini.
1.4  Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini, meliputi :
BAB I   : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II  : Konsep triase, primary survey, secondary survey, dan tertier survey.
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Triase
2.1.1        Definisi Triase
Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.
Triase adalah suatu seleksi penderita yang menjamin supaya tak ada penderita yang tidak mendapat perawatan medis. Orang yang melakukan seleksi adalah seorang ahli bedah yang berpengalaman sehingga dapat melakukan diagnose secara on the spot dengan cepat dan menentukan penanggulangannya.
2.1.2        Tujuan Triase
Tujuan dari triase adalah memilih atau menggolongkan semua klien, menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani korban/klien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
2.1.3        Jenis-jenis Triase
Terdapat dua jenis triase, yaitu  :
1.      Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

2.      Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
2.1.4        Kategori Triase
Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:
1.      Prioritas Pertama (Merah:segera)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi, seperti :
a.    Tindakan resusitasi segera
b.    Obstruksi jalan napas
c.    Kegawatan pernapasan
d.   Syok atau perdarahan berat
e.    Trauma parah
f.     Luka bakar berat
2.      Prioritas kedua (Kuning ; mendesak)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah, seperti ;
a.    Trauma abdomen
b.    Trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia
c.    Trauma ekstremitas
d.   Patah tulang
e.    Trauma kepala tertutup
f.     Trauma mata
g.    Luka bakar derajat sedang
3.      Prioritas ketiga (Hijau : tunda/evaluasi)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi, seperti ;
a.    Cedera jaringan lunak
b.    Dislokasi ekstremitas
c.    Cedera tanpa gangguan jalan napas
d.   Gawat darurat psikologis
4.      Prioritas nol (Hitam : meninggal)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tandatriage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperolehperawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.

2.1.5        Penilaian Triase Dengan Sistem START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.

Algoritma Sistem START :







Keterangan :
Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor. Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.
2.2  Survei Primer
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas. Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah :
1.      Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien
a.    Bagaimana kondisi saat itu
b.    Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c.    Bagaimana mengatasinya
d.   Pastikan penolong selamat dari bahaya
e.    Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
f.     Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat pelindung diri
2.      Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
a.       Alert (A)        : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap kejadian yang dialaminya
b.      Verbal (V)      : berespon terhadap pertanyaan perawat
c.       Paintfull (P)    : berespon terhadap rangsangan nyeri
d.      Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
a.       Observasi kondisi klien saat datang
b.      Tanyakan nama klien
c.       Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
d.      Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
3.      Airway (Jalan Napas)
a.       Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
b.      Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
c.       Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma
d.      Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
e.       Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
f.       Suctioning bila perlu
4.      Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak
5.      Circulation (Pendarahan)
a.        Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
b.      Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress, Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
c.       Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal
2.3  Survei Sekunder
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
1.      Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
a.       Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
b.      Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
2.      Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
a.       Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
1)      Posisi saat ditemukan
2)      Tingkat kesadaran
3)      Sikap umum, keluhan
4)      Trauma, kelainan
5)      Keadaan kulit
b.      Periksa kepala dan leher
1)      Rambut dan kulit kepala
Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
2)      Telinga
Perlukaan, darah, cairan
3)      Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal

4)      Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma
5)      Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak
6)      Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
7)      Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi
8)      Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna
9)      Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher
c.       Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
d.      Periksa perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
e.       Periksa tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot

f.       Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
g.      Periksa ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka
3.      Pengkajian SAMPLE
Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu :
a.       S (sign and symptoms)            : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
b.      A (allergies)                             : alergi yang dipunyai klien
c.       M (medications)                      : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah
d.      P (past illness)                         : riwayat penyakit yang diderita klien
e.       L (last meal)                            : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
f.       E (Event)                                 : pencetus / kejadian penyebab keluhan
2.4  Survei Tersier
Pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operati.
Survei tersier dilakukan :
1.      Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan
2.      Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakannya
3.      Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban
4.      Tahap rehabilitasi (pemulihan)

2.5  Mati Klinis
Tidak di temukan adanya pernapasan dan denyut nadi,bersifat reversibel,penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk di lakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
2.6  Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung , di mulai dengan kematian sel otak , bersifat irreversibel. ( kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin,pernah di laporkan melakukan resusitasi selama 1 jam lebih dan berhasil ) . Tanda – tanda pasti mati :
a.       Lebam
b.      Kaku
c.       Pembusukan , dan tanda lain nya Cedera mematikan .












MANAJEMEN KGD

2.7  Pengertian
Manajemen gawat darurat adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada menjelang, saat dan sesudah terjadi keadaan darurat. Manajemen keadaruratan ini mencakup kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan. 
Manajemen Gawat Darurat Dalam sebuah pelayanan kesehatan tentunya juga tidak terlepas dari sebuah unit yang menangani kegawatdaruratan dan di rumah sakit biasa kita kenal dengan nama dan istilah Unit Gawat Darurat (UGD). Dan pengertian UGD adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter.
Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Tujuan yang penting dari pertolongan pertama adalah memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut lagi nantinya bila memang diperlukan.
Bila dihubungkan dengan dunia keperawatan maka kita akan mengenal akan pelayanan keperawatan gawat darurat. Yang dimaksud dengan pengertian pelayanan keperawatan gawat darurat adalah adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien / pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian.
2.8  Tujuan Manajemen Gawat Darurat
Tujuan dari manajemen gawat darurat yaitu :
1.      Mengurangi jumlah korban
2.      Meringankan penderita
3.      Stabilisasi kondisi korban
4.      Mengamankan aset
5.      Mencegah kerusakan lebih lanjut
6.      Menyediakan pelayanan dasar dalam penanganan pasca darurat

2.9  Prinsip Manajemen Gawat Darurat
Prinsip manajemen gawat darurat antara lain yaitu:
  1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
  2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
  3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
  4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.
  5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan ditolong.
  6. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan.
  7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.
  8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.
Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung.
Dalam kegawatdaruratan diperlukan 3 kesiapan, yakni :
  1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur yang terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1 – 2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat mematikan dalam 3 menit.
  2. Siap pengetahuan dan ketrampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting. Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama.
  3. Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaan/logistik peralatan dan obat-obatan darurat.
2.10          Karakteristik Manajemen Kedaruratan
Karekteristik manajemen kedaruratan meliputi :
1.      Bersifat meluas, besar-besaran, dan membebani sistem normal
2.      Dalam suasana yang kacau dan atau trumatis
3.      Segala keputusan membawa konsekuensi langsung

2.11          Masalah-Masalah Manajemen Kedaruratan
Banyak masalah yang timbul dalam manjemen kedaruratan, masalah-masalh yang timbul yaitu :
1.      Kesiapan kurang sempurna
2.      Informasi tidak lengkap
3.      Komunikasi/ transportasi terputus
4.      Kebingungan, chaos, krisis, dan gagal koordinasi
5.      Kebutuhan besar, bahan bantuan tidak cukup
6.      Terlalu luas








BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Triase merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Tujuan dari triase adalah memilih atau menggolongkan semua klien, menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani korban/klien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
Survei primer (primary survey) merupakan deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life saving. Sedangkan Survei Sekunder (Secondary Survey) adalah mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe). Tujuannya  untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut. Survei tersier merupakan pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi operatif.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan makalah ini adalah pemberian pertolongan dalam keadaan darurat harus dilakukan secara tepat dan tepat berdasarkan penggolongan masing-masing cedera yang dialami. Sehingga dengan pertolongan yang cepat dan tepat dapat meminimalisir untuk terjadinya suatu keadaan yang mengancam jiwa dan keadaan yang dapat menyebabkan kematian.




DAFTAR PUSTAKA

Arjono Djunet Pusponegoro.(1990). enanggulangan Penderita Gawat Darurat. Perhimpunan Indonesia Critical Care Medicine, Jakarta.
Muriel Skeet.(1988).Emergency Procedures And First Aid For Nurses,.Blackwell Scientific Publication.
















MAKALAH DISASTER
CASUALITY MANAGEMENT : TRIAGE, PRIMARY SURVEY, SECONDARY SURVEY DAN TERTIER SURVEY

Logo STIK.png
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ADE INDAH OKTAVIANI
ANI SEPTI PRIANA
DERRY SAPUTRI
ELLA KHAIRATUNISA
HENDRI HERMANTO
IKA MERDEKAWATI
MIRANTI
NURMALASARI
STRISNO

S1 REGULER 4B/ SEMESTER VIII

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN REGULER
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar