BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penyakit saluran pernapasan
merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering dan
penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih
sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan
, keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain,
seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang
penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan
dada dan atau perut.Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan
abdominal. Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi
thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi
lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan
bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara
pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang
paling sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan
anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alergi, insfeksi
dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan
pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk
respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress
syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Sindrom gawat nafas pada neonatus
(SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory disstess syndrome, merupakan
kumpulan gejala yang terdiri dari dispneu atau hiperpneu. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu,
tindakannya disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam
paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit
membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity
(Ngastiyah, 1999).
RDS terjadi pada bayi prematur atau
kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke
22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS dan
kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Banyak teori yang menerangkan
patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang
terjadi dimembran kapiler alveolar.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka
masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian dari Respiratori Distres Sindrome ?
2.
Bagaimana Etiologi dari Respiratori Distres Sindrome ?
3.
Bagaimana patofisiologi dari Respiratori Distres
Sindrome ?
4.
Bagaimana manifestasi klinis dari Respiratori Distres
Sindrome ?
5.
Bagaimana
pemeriksaan diagnostik dari Respiratory Distress Syndrome ?
6.
Bagaimana terapi / penatalaksanaan dari Respiratory
Distress Syndrome ?
7.
Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien anak dengan Respiratory Distress Syndrome ?
C.
TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit yang berhubungan
dengan Respiratory Distress Syndrome serta Asuhan Keperawatan Respiratory
Distress Syndrome
2.
Tujuan
Khusus
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Respiratory Distress
Syndrome
2.
Untuk mengetahui Etiologi dari Respiratory Distress
Syndrome
3.
Untuk mengetahui patofisiologi Respiratory Distress
Syndrome
4.
Untuk mengetahui manifestasi klinis Respiratory
Distress Syndrome
5.
Untuk mengetahui komplikasi dari Respiratory Distress
Syndrome
6.
Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostik Respiratory Distress Syndrome
7.
Untuk mengetahui terapi / penatalaksanaan dari
Respiratory Distress Syndrome
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Respiratory Distress
Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom
gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir
dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi
pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah
perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi,
2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan
yang terdiri atas gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit,
sianosis, merintih pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal,
interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu
berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada
paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah
suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga
dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya
akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001)
B.
ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah
kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps
paru.RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang
cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya
RDS. Kelainan merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Adapun
penyebab-penyebab lain yaitu:
1. Depresi
Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan
neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi
pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Penyakit
akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
C.
TANDA DAN GEJALA
a. Hiperkapnia
yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia
yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
D.
PATOFISIOLOGI
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi
prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurangsempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan
kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi
paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90%
fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik,
paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh
sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang
progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).
E. PATWAYS
F.
MANIFESTASI
KLINIK
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis
alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis
yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir,
yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada
4 stadium RDS yaitu :
a.
Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit
bronchogram udara.
b.
Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan
paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c.
Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas.
d.
Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga
jantung tak dapat dilihat.
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan
AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan asidosis respiratorik.
2. Pemeriksaan
radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada, setelah 12-24
jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh paru.
3. Biopsi paru
, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam parenkim paru
H.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemerikasan
gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2) Pemeriksaan
rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
3) Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
Tipe I : peningkatan PCWP
4) EKG
Untuk memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Untuk memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
I.
PENATALAKSANAAN
PENTALAKSANAAN MEDIS
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
a). Brokodilator
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
a). Brokodilator
b). Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
J.
PENGKAJIAN
Data subyetif dan Data obyektif Masalah
1.
Sesak nafas (takipnea) Cyanosis, nafas cepat, tampak
pucat, hasil pemeriksaan AGD PaO2 menurun, PaCO2 meningkat, PH menurun,
kerusakan pertukaran gas.
2.
Dyspnea ada perubahan frekwensi nafas, terdengar
ronchi hampir seluruh paru, tampak infiltrat alveolar Bersihan jalan nafas
tidak efektif.
3.
Gelisah, Resiko terhadap cedera
K.
DIAGNOSA
1. gangguan
pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3X24 jam diharapkan
masalah pertukaran gas tertangani
Kriteria
hasil :
sesak nafas (-), ada perbaikan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal Kaji status pernafasan
dengan sering, catat peningkatan frekwensi/upaya pernafasan atau perubahan pola
nafas.
a. Catat
ada/tidaknya bunyi nafas tambahan seperti mengi, krekels.
Rasional :
Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada
pada area yang sakit. Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area
jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar – kapiler.
Mengi adalah bukti konstriksi bronkus dan/atau penyempitan jalan napas
sehubungan dengan mucus/edema.
b. Kaji adanya cyanosis
Rasional :
Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g
hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari ‘’ organ ‘’ hangat
contoh lidah, bibir, dan daun telinga, adalah paling indikatif dari hipoksemia
sistemik. Sianosis perifer kuku/ekstremitas sehubungan dengan vasokontriksi.
c. Observasi
kecendrungan tidur, apatis, tidak perhatian,gelisah, bingung, somnolen.
Rasional :
Dapat menunjukan berlanjutnya hipoksemia dan / atau
asidosis
d. Auskultasi frekwensi
jantung dan irama.
Rasional :
Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada
miokardium, menghasilkan berbagai distrimia
e. Berikan oksigen
lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan
tekanan jalan napas positif continue.
f. Bantu dengan/
berikan tindakan IPPB
Rasional :
Meningkatkan ekspansi penuh paru untuk memperbaiki
oksigenasi dan untuk memberikan obat nebulizer kedalam jalan napas. Intubasi
dan dukungan ventilasi diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak
berespon terhadap peningkatan oksigen murni (FIP2)
g. Awasi/ gambarkan seri
AGD/ oksimetri nadi
Rasional :
Menunjukan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa.
Digunakan sebagai dasar evaluasi keektifan terapi atau indicator kebutuhan
perubahan terapi.
h. Berikan obat sesuai
indikasi spt antibiotika, steroid, diuretik.
Rasional :
Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar
atau di buat untuk memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya
dan potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam
menurunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfaktan. Fungsi utama diuretik
adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan
cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.
2. Bersihan
jalan nafas tidak efektif b/d Kehilangan pungsi silia sel,
pernafasan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam
diharapkan bersihan jalan napas efektif.
Kriteria
hasil :
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada
ronchi.
a. Catat perubahan
upaya dan pola bernapas.
Rasional :
Pengguanaan otot intercostals/abdominal dan pelebaran
nasal menunjukan peningkatan upaya bernapas.
b. Observasi penurunan
ekspansi dinding dada dan adanya/ peningkatan fremitus.
Rasional :
Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan
dengan akumulasi cairan, edema, dan secret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru
dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus.
c. Catat
karakteristik bunyi napas
Rasional :
Bunyi napas menunjukan aliran udara melalui
pohon trakeobronkial dan di pengaruhi oleh adanya cairan, mucus, atau obstruksi
aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti kontriksi bronkus atau
penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema . ronki dapat jelas tanpa batuk
dan menunjukan pengumpulan mucus pada jalan napas.
d. Pertahankan posisi
tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.
Rasional :
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila
jalan napas pasien dipengaruhi misalnya : gangguan tingkat kesadaran, sedasi,
dan trauma maksilofasial
e. Kolaborasi :
berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan yang tepat.
Rasional :
Kelembapan menghilangkan dan memobilisasi secret dan
meningkatkan transport oksigen.
f. Berikan
Bronkodilator/ ekspektoran sesuai indikasi
Rasional :
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus,
menurunkan viskositas secret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan
secret.
3.
Resiko terhadap cedera b/d kurang kesadaran akan
bahaya lingkungan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam
diharapkan tidak terjadi cedera
Kriteria
hasil :
Identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan.
a. Kurangi/
hilangkan situasi yang berbahaya.
Rasional :
Menghindari cedera pada pasien
b. Pasang pembatas pada
tempat tidur Agar segala sesuatu yang dapat menimbulkan masalah/ berbahaya bagi
klien dapat dihindari.
Rasional :
Untuk menjaga/ menyangga klien agar tidak terjatuh.
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS)
disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan
pada pernafasan yang terdiri atas gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari
60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi; terdapat retraksi
pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi
perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang
rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat
kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang
memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah
pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah
terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001).
B.
SARAN
1.
Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman
dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam
lingkungan masyarkat sehingga dapat mencegah terjadinya RDS.
2.
Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan
khususnya dalam bidang keperawatan.
3.
Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi
masukan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk
membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah kedepannya.
aku ijin copas ya ka untuk bahan tugas kuliah, terima kasih :)
BalasHapus