Selasa, 20 November 2012

Askep Respiratori Distres Sindrome


BAB 1
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG

Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau perut.Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alergi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi premature.
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispneu atau hiperpneu. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS dan kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.

B.   RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari Respiratori Distres Sindrome ?
2.      Bagaimana Etiologi dari Respiratori Distres Sindrome ?
3.      Bagaimana patofisiologi dari Respiratori Distres Sindrome ?
4.      Bagaimana manifestasi klinis dari Respiratori Distres Sindrome ?
5.       Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Respiratory Distress Syndrome ?
6.      Bagaimana terapi / penatalaksanaan dari Respiratory Distress Syndrome ?
7.       Bagaimana asuhan keperawatan pada klien anak dengan Respiratory Distress Syndrome ?

C.   TUJUAN MASALAH
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit yang berhubungan dengan Respiratory Distress Syndrome serta Asuhan Keperawatan Respiratory Distress Syndrome
2.      Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Respiratory Distress Syndrome
2.      Untuk mengetahui Etiologi dari Respiratory Distress Syndrome
3.      Untuk mengetahui patofisiologi Respiratory Distress Syndrome
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis Respiratory Distress Syndrome
5.      Untuk mengetahui komplikasi dari Respiratory Distress Syndrome
6.       Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Respiratory Distress Syndrome
7.      Untuk mengetahui terapi / penatalaksanaan dari Respiratory Distress Syndrome


































BAB 2
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
 Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001)

B.    ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru.RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS. Kelainan merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Adapun penyebab-penyebab lain yaitu:
1.      Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2.      Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3.      Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4.      Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
C.     TANDA DAN GEJALA
a.       Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b.      Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
D.    PATOFISIOLOGI
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurangsempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).




E.     PATWAYS


 







 
























F.     MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
a.       Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b.      Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c.       Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d.      Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan asidosis respiratorik.
2.      Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh paru.
3.      Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam parenkim paru


H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)      Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2)      Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
3)      Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
4)      EKG
Untuk  memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
I.       PENATALAKSANAAN
PENTALAKSANAAN MEDIS                  
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
a). Brokodilator
b). Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan




J.       PENGKAJIAN
Data subyetif dan Data obyektif Masalah
1.      Sesak nafas (takipnea) Cyanosis, nafas cepat, tampak pucat, hasil pemeriksaan AGD  PaO2 menurun, PaCO2 meningkat, PH menurun, kerusakan pertukaran gas.
2.      Dyspnea ada perubahan frekwensi nafas, terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak infiltrat alveolar Bersihan jalan nafas tidak efektif.
3.      Gelisah, Resiko terhadap cedera


K.     DIAGNOSA
1.      gangguan pertukaran gas b/d ventilasi dan perfusi tidak seimbang
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3X24 jam diharapkan masalah pertukaran gas tertangani
Kriteria hasil :
sesak nafas (-), ada perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekwensi/upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
a.       Catat ada/tidaknya bunyi nafas tambahan seperti mengi, krekels.
Rasional :
Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit. Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar – kapiler. Mengi adalah bukti konstriksi bronkus dan/atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mucus/edema.
b.      Kaji adanya cyanosis
Rasional :
Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari ‘’ organ ‘’ hangat contoh lidah, bibir, dan daun telinga, adalah paling indikatif dari hipoksemia sistemik. Sianosis perifer kuku/ekstremitas sehubungan dengan vasokontriksi.
c.       Observasi kecendrungan tidur, apatis, tidak perhatian,gelisah, bingung, somnolen.
Rasional :
Dapat menunjukan berlanjutnya hipoksemia dan / atau asidosis
d.      Auskultasi frekwensi jantung dan irama.
Rasional :
Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium, menghasilkan berbagai distrimia
e.       Berikan oksigen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan tekanan jalan napas positif continue.
f.       Bantu dengan/ berikan tindakan IPPB
Rasional :
Meningkatkan ekspansi penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk memberikan obat nebulizer kedalam jalan napas. Intubasi dan dukungan ventilasi diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak berespon terhadap peningkatan oksigen murni (FIP2)
g.      Awasi/ gambarkan seri AGD/ oksimetri nadi
Rasional :
Menunjukan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan sebagai dasar evaluasi keektifan terapi atau indicator kebutuhan perubahan terapi.
h.      Berikan obat sesuai indikasi spt antibiotika, steroid, diuretik.
Rasional :
Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau di buat untuk memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya  dan potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menurunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfaktan. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.
2.       Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Kehilangan pungsi silia sel, pernafasan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan bersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada ronchi.
a.       Catat perubahan upaya dan pola bernapas.
Rasional :
Pengguanaan otot intercostals/abdominal dan pelebaran nasal menunjukan peningkatan upaya bernapas.
b.      Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/ peningkatan fremitus.
Rasional :
Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan secret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus.
c.       Catat karakteristik bunyi napas
Rasional :
Bunyi napas menunjukan aliran udara melalui  pohon trakeobronkial dan di pengaruhi oleh adanya cairan, mucus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti kontriksi bronkus atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema . ronki dapat jelas tanpa batuk dan menunjukan pengumpulan mucus pada jalan napas.
d.      Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.
Rasional :
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien dipengaruhi misalnya : gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma maksilofasial
e.       Kolaborasi : berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan yang tepat.
Rasional :
Kelembapan menghilangkan dan memobilisasi secret dan meningkatkan transport oksigen.
f.       Berikan Bronkodilator/ ekspektoran sesuai indikasi
Rasional :
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas secret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan secret.
3.      Resiko terhadap cedera b/d kurang kesadaran akan bahaya lingkungan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan tidak terjadi cedera
Kriteria hasil :
Identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan.
a.       Kurangi/ hilangkan situasi yang berbahaya.
Rasional :
Menghindari cedera pada pasien
b.      Pasang pembatas pada tempat tidur Agar segala sesuatu yang dapat menimbulkan masalah/ berbahaya bagi klien dapat dihindari.
Rasional :
Untuk menjaga/ menyangga klien agar tidak terjatuh.

BAB 3
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001).

B.   SARAN

1.      Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarkat sehingga dapat mencegah terjadinya RDS.
2.      Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang keperawatan.
3.      Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan makalah kedepannya.



1 komentar: